Respons Aprindo Soal Dampak Ekonomi Larangan Jual Rokok Eceran
“Bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana mengukurnya, mau pakai meteran? Apakah Satpol PP-nya turun ke lapangan, ngukur pake meteran? Begitu juga dengan definisi tempat pendidikan yang sangat luas, apakah termasuk tempat kursus balet, kursus atau bimbingan belajar, narasinya tidak spesifik,” jelasnya.
Menurutnya, pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam PP Kesehatan ini berpotensi menjadi pasal karet karena multitafsir.
Ia menerangkan, sejak 12 tahun lalu, sektor pertembakauan sudah sepakat dan disiplin menjalani implementasi aturan mengenai pengamanan zat adiktif yang tercantum dalam PP No 109 Tahun 2012.
Baginya yang menjadi urgensi saat ini adalah penertiban rokok ilegal.
"Kenapa pemerintah tidak fokus membasmi rokok ilegal yang sedang marak saat ini? Kenapa yang membayar cukai, yang berkontribusi bagi penerimaan negara, bagi pembangunan, bagi investasi tidak dilindungi? Dampak regulasi ini sampai ke hulu, ke petani tembakau. Pemerintah tidak memikirkan mitigasinya," ujarnya.
Dia pun berharap pemerintah tidak mematikan ekonomi masyarakat dengan disahkannya PP Kesehatan ini.
"Kami sudah menaati, mulai dari pembatasan iklan, kami juga patuh menjual rokok untuk usia dewasa. Lah, kenapa sekarang ditambah pasal karet ini, yang ujungnya juga tidak dapat menjamin hilangnya rokok ilegal? Sejak awal kami tidak pernah dilibatkan, tidak diajak bicara dan tidak tahu menahu soal sosialisasi peraturan ini," tandasnya. (mcr27/jpnn)
Aprindo mengomentari dampak ekonomi dari pengesahan UU Kesehatan soal larangan jual rokok eceran.
Redaktur : Ridwan Abdul Malik
Reporter : Nur Fidhiah Sabrina
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News