Pakar Hukum Ungkap Dampak Revisi UU KUHAP Jika Diresmikan

"Kalau RUU ini dipaksakan dipakai, maka jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sama dengan Kapolri. Tapi, polisi nantinya bisa di bawah kejaksaan. Itu bisa mengacaukan pertanggungjawaban ke jaksa atau Presiden," kata Akademisi Universitas Al-Ghifari itu.
Selain itu, bila RUU ini dilaksanakan maka akan muncul masalah lain, semisal dalam hal pengawasan.
Lembaga kejaksaan ada komisi jaksa yang melakukan pengawasan sama dengan kepolisian melalui kompolnas.
"Masalah, apakah komisi kejaksaan ini sudah bisa mengawasi atau mengontrol pada jaksa yang mendapatkan kewenangan ini. Lalu, bila dilihat seperti kompolnas, sisi rekrutmennya kan banyak perwira tinggi purnawirawan yang direkrut," jelasnya.
Deni pun mengharapkan adanya reformasi pada tubuh kepolisian yang harus lebih ketat lagi dalam perekrutan anggota kepolisian sehingga nantinya bisa menghasilkan polisi yang berintegritas dan profesional.
Kemudian, terkait Kompolnas, katanya pun harus direformasi.
"Jangan banyak perwira yang pensiun untuk di kompolnas baik dari sisi jumlah maupun kualitatif nya. Lalu, dari civil society harus diperkuat dengan perlunya partisipasi masyarakat dalam rancangan hingga pengawasan RUU ini," ujarnya.
Pada prinsipnya, Deni berharap kepolisian mesti kembali pada hakikatnya sebagai alat negara bukan alat penguasa. Sebab, bila menjadi alat penguasa maka sudah melupakan sumpah kepolisian.
Sejumlah pakar hukum di Kota Bandung menggelar diskusi terkait revisi UU KUHAP. Begini penjelasannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News