Refly Harun kritik Penggunaan Undang-undang Dalam Dakwaan Kasus Bahar Smith
Refly lantas mengaitkan penjelasan itu dengan perkara yang menjerat Bahar.
“Sepanjang sepengetahuan saya, saya tidak melihat hubungan kausalitas itu di kasus ini. Jadi ketika terdakwa menyampaikan suatu hal yang sangat kritis, maka unsur menyiarkannya tidak ada,” ujarnya.
“Kan dia berceramah kemudian yang menyiarkannya orang lain, lalu kemudian unsur menyebabkan keonarannya itu juga tidak ada,” sambungnya.
Ia menilai, apabila penggunaan UU No 1 Tahun 1946 dengan mudah memenjarakan orang, maka para Youtuber yang kini menjamur atau penyelenggara penyiaran yang ketahuan telah menyiarkan berita bohong, bisa saja dipenjara.
“Saya ingin menggarisbawahi soal penyiaran, karena setiap penyiaran yang memunculkan potensi keonaran, kita bisa dipidanakan, maka mati semua yang namanya Youtuber atau misalnya penyelenggara penyiaran atau televisi,” ucapnya.
“Karena kalau ketahuan dia telah menyiarkan berita bohong, maka tiba-tiba yang merilis berita itu kita, kena juga karena kita telah dianggap telah menyiarkan berita bohong,” ucapnya.
Lebih lanjut, Refy juga mengkritisi penggunaan UU No 1 Tahun 1946 yang dalam kondisi saat ini kerap digunakan. Ia menilai, UU ini justru memudahkan untuk menjerat seseorang.
“Lalu, materinya juga adalah materi yang hari ini mudah sekali untuk menjerat orang-orang. Jadi kalau kita bicara soal penerapan hukum ini, paling tidak harus adil, proporsional dan rasional. Nah UU ini menurut sata adalah UU yang sangat tidak rasional. Walaupun UU ini menuurut saya tidak layak untuk digunakan tetapi faktanya dia digunakan untuk mendakwa terdakwa,” jelasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun hadir sebagai saksi ahli dalam sidang kasus penyebaran berita bohong dengan terdakwa Bahar bin Smith. Begini analisanya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News