RUU PRT 18 Tahun Mandek di DPR, Kekerasan ART Kembali Terulang
jabar.jpnn.com, BANDUNG - Tindak kekerasan yang dilakukan majikan kepada Asisten Rumah Tangga (ART) kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah R (18) ART asal Kabupaten Cianjur yang bekerja di sebuah rumah di kawasan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggaraeni mengatakan, tindak kekerasan didasari oleh cara pandang masyarakat atau majikan terhadap ART yang dianggap sebagai budak.
Lita menuturkan, menyikapi persoalan ini, diperlukan sebuah aturan yang dikemas dalam Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Namun sayangnya, hingga kini rancangan undang-undang (RUU) PRT masih tertahan di DPR RI.
“Jadi perlakuannya seperti perbudakan modern, dan yang menjadi persoalan adalah RUU PRT yang sudah 18 tahun kami proses, masih tertahan di DPR,” katanya dihubungi, Senin (31/10).
“Artinya, itu tidak ada keadilan di negara di dalam situasi kerja PRT yang jumlahnya 4,2 juta,” sambungnya.
Padahal Ia menilai, para ART merupakan pekerja yang menjadi penopang perekonomian. Jika tidak ada ART, maka aktivitas periodik dalam rumah tangga tidak bisa berjalan dan dapat terganggu.
Tetapi pada kenyataannya, pengawasan dan jaminan terhadap para ART tidak ada.
Jala PRT mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT untuk menjaga keselamatan ART. Adapun RUU itu sudah mandek hampir 18 tahun.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News