Umar Sumarta, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Tak Pernah Melupakan Jenderal Dudung
"Ini saya gambarkan karena kita hidup dengan Pancasila dan kita menjunjung (nilai) toleransi. Kalau diliat detailnya, ada masjid karena kita mayoritas agama Islam, terus ada Candi Borobudur, gereja, ada Liong untuk Konghucu. Semua agama dalam hidup berdampingan," kata Umar di Bandung, Jum'at (18/2).
Ia menjelaskan, ada beberapa hal menarik dalam lukisan Umar yang sengaja dia tampilkan.
Salah satunya adalah sosok seorang anak berseragam sekolah putih, tengah memberikan koran kepada sosok Dudung yang duduk di kuda.
Umar menerangkan, sosok itu merupakan gambaran Dudung saat masih kecil yang pernah menjadi loper koran.
"Detail menjual koran yang paling berkesan buat saya. Karena apa, saya bisa menggambarkan sosok Jenderal Dudung ketika berumur 11 tahun. Ini tidak melihat foto, saya gambarkan," terangnya.
Bak' ucapan adalah doa, namun Umar melakukannya lewat lukisan. Umar kembali menambahkan detail yang tak kalah menarik.
Di dalam lukisan, Umar menyertakan gambar empat bintang di baret hijau yang digunakan Dudung. Hal ini menarik, karena Umar melukis itu saat Dudung masih menjabat sebagai Pangkostrad dengan tiga bintang.
"Itu belum jadi KSAD (saat melukis). Belum bintang empat. Saya yakin sebagai doa, akhirnya doa saya terkabul, dia menjadi KSAD. Itu doa dari guru untuk muridnya," terang Umar.
Cerita Umar Sumarta, guru sekolah KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, melukis khusus dan serahkan langsung lukisannya ke KSAD Dudung.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News