Kasus Pidana Alih Muat: Kuasa Hukum Sebut Perampasan Kapal Melanggar
jabar.jpnn.com, KALIMANTAN SELATAN - Perampasan kapal perusahaan, Floating Crane (FC) Ben Glory dalam kasus alih muat kapal dinilai menyalahi aturan dalam sistem hukum Indonesia.
Hal itu disampaikan kuasa hukum mantan Direktur PT IMC Pelita Logistik, Sabri Noor Herman. Menurutnya, kliennya saat ini sedang bersidang di PN Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Ia menjelaskan, penyimpanan benda sitaan di Rupbasan sudah tertuang dalam berdasarkan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Rupbasan adalah satu-satunya tempat penyimpanan yang sah bagi barang sitaan negara, termasuk yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim.
Dalam hal benda sitaan tersebut tidak mungkin dapat disimpan dalam Rupbasan, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala Rupbasan (Pasal 27 ayat (2) PP No. 27 Tahun 1983).
Penggunaan benda sitaan bagi keperluan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, harus ada surat permintaan dari pejabat yang bertanggungjawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.
Pengeluaran barang rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Pemusnahan barang rampasan dilakukan oleh jaksa, dan disaksikan oleh Kepala Rupbasan.
Sabri juga merujuk pada Pasal 39 KUHAP yang mengatur barang-barang yang dapat dirampas oleh negara. Barang yang dirampas hanyalah milik terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan.
Perampasan kapal perusahaan, Floating Crane (FC) Ben Glory dalam kasus alih muat kapal dinilai menyalahi aturan hukum Indonesia.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News