Kemenkes Dinilai Abaikan Suara Petani Tembakau dan Cengkeh
Terlebih beberapa tahun belakangan, jenis komoditas tembakau grompol aktif dikembangkan sebagai menjadi bahan baku dari cerutu.
Khusus di kawasan Bantul misalnya, luasan lahan tembakau bertambah signifikan. Sebelumnya pada tahun 2022, ada 40 hektar, pada tahun 2023 bertambah menjadi 60 hektar.
"Sehingga saat ini tembakau menjadi salah satu komoditas unggulan yang terbukti dapat memberi kontribusi positif terhadap ekonomi masyarakat," sebut Sutriyanto.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Broto Suseno menolak upaya perampungan RPMK yang terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan unsur petani sejak awal proses penyusunan aturan tersebut. Padahal, produktivitas petani cengkeh, 98 persen diserap untuk industri rokok kretek.
"Yang sangat ditekan dalam RPMK ini kan industri rokok. Nah, industri rokok, termasuk kretek, erat kaitannya dengan keberadaan bahan baku cengkeh. Tentu ini ujungnya akan berdampak pada kami, para petani cengkeh," kata Broto.
"Kami petani cengkeh, tegas menolak. Semua pasal-pasal pengaturan tembakau di RPMK ini jelas akan mematikan mata pencaharian kami. Sejak awal kami pun sudah menolak pasal-pasal pertembakauan di PP Kesehatan, yang juga sangat memberatkan. Kami berharap pemerintah punya empati dalam memperjuangkan sumber penghidupan kami," tambahnya.
Saat ini luas lahan kebun cengkeh di Indonesia mencapai 582,56 ribu ha. Adapun rata-rata peningkatan luas areal cengkeh selama sepuluh tahun terakhir mencapai 1,50 persen per tahun.
Perkebunan cengkeh tersebar hampir di semua provinsi dengan penghasil utama berasal dari pulau Maluku, Sulawesi, Jawa, dan Sumatra.
Petani tembakau dan cengkeh di Yogyakarta dan Solo secara tegas menolak rencaa penerapan rokok kemasan polos tanpa merek yang tengah digodok dalam RPMK.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News