Heru Dewanto Ungkap Kekuatan Program Vokasi dan Bonus Demografi Hadapi Middle Income Trap
"Jadi bukan hanya TKI saja, tetapi juga para mahasiswa vokasi agar mereka bisa magang berbayar selama 1-2 tahun di negara-negara industri dengan pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis industri," ujar Heru.
Kata Heru, alih-alih belajar kerja atau mempelajari orang bekerja, mahasiswa vokasi bekerja secara profesional dan industri akan membayar sesuai nilai pekerjaan yang dilakukan. Kemudian politeknik menilainya sebagai SKS, bagian dari Kurikulum Merdeka Belajar. Pada akhirnya, industri bisa mendapat tenaga terampil yang diperlukan sementara mahasiswa vokasi dapat pengalaman kerja di industri internasional, gaji sesuai standar setempat, serta nilai SKS.
Langkah ini juga menguntungkan Pemerintah karena tak perlu lagi mengeluarkan subsidi atau insentif tambahan.
"Cara magang seperti ini juga memungkinkan mahasiswa mendapat sertifikat BNSP sehingga saat lulus, ia akan mendapat ijazah dan sertifikat sekaligus. Yang menarik, gagasan ini sudah diuji coba dan terbukti berhasil," tuturnya.
Catatan Heru Dewanto dari sejumlah mahasiswa yang ikut proyek percontohan dengan model ini, mereka mampu berkinerja sesuai standar di negara industri. Dengan pekerjaan yang berkualitas, ada apresiasi perusahaan sehingga mereka mendapat penghasilan di atas 12.000 dollar AS setahun, yang otomatis membuat mereka masuk kelompok berpenghasilan tinggi. Di sisi lain, politeknik juga memiliki dasar akademis untuk memberikan SKS atas aktivitas magang.
"Perlu kesadaran untuk menjadikannya sebagai standar magang mahasiswa vokasi. Membuat standar kurikulum magang vokasi yang mengacu pada akreditasi internasional Sidney Accord, membuat aplikasi monitoring aktivitas magang mahasiswa, serta memetakan basis data pendidikan vokasi," ujar Heru.
"Dengan begitu, misi dalam mencerdaskan bangsa akan satu jalan dengan rencana dalam meningkatkan kualitas dan pendapatan talenta muda Indonesia. Ini akan menjadi sebuah shortcut atau jalan pintas keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah," sambung Heru. (mar5/jpnn)
Banyak tantangan yang harus dihadapi dalam menciptakan suatu tatanan negara yang hebat, sesuai dengan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Redaktur & Reporter : Ridwan Abdul Malik
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News