Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Bantah AMDK Galon Isi Ulang Penyebab Autis
Anak dengan gejala ada kontak matanya sebentar itu biasanya masuk autis ringan. Jika gejalanya tidak ada kontak mata tapi anaknya tidak cuek, itu masuk autis sedang.
“Tapi, yang sama sekali cuek dan nggak ada kontak mata biasanya kita masukkan kategori autis berat,” tuturnya.
Sementara itu, Angel, ibu yang memiliki anak autis bernama Yujin bercerita awalnya putranya ini terlihat masih biasa-biasa saja, di mana milestone-nya sesuai dengan perkembangan buku panduan dokter.
Tapi, saat berusia 1,5 tahun anaknya memiliki keanehan, di mana saat bermain mobil-mobilan sering rodanya dibalikkan jadi ke atas dan suka memutar-mutar rodanya. Fungsi mainan itu tidak dijalankan dengan semestinya.
“Tapi, saya berpikir saat itu bahwa itu hal yang wajar saja,” katanya.
Lalu, saat berusia 1,8 bulan, Angel menitipkan anaknya ke penitipan anak dengan tujuan supaya bisa bersosialisasi. Tapi, oleh pihak penitipan anak, dia disarankan untuk membawa anaknya ke klinik tumbuh kembang anak. Pada usia 1 tahun 10 bulan, dia pun membawa anaknya ke sana. Setelah konsultasi dengan psikolog, dikatakan bahwa anaknya butuhnya terapi Sensory Integration (SI) dan bukan terapi wicara. Karena, terapi wicara itu dikatakan akan mengikuti.
Kemudian setelah mengikuti terapi SI, menurut Angel, anaknya yang saat itu sudah berusia 3 tahun sudah mulai bicara cuap-cuap tapi tidak bermakna. Baru kemudian, dia disarankan agar anaknya melakukan terapi wicara.
“Kemudian setelah menjalani berbagai proses, saya kemudian disarankan membawa anak saya ke psikiater. Barulah anak saya itu terdeteksi menderita autis. Saat itu putra saya sudah berusia 4 tahun,” tuturnya.
Ditanya penyebabnya, Angel mengatakan bahwa waktu itu dokter menyampaikan sesuatu yang general saja. Di antaranya bisa faktor genetik, tingkat stress ibu pada saat mengandung, atau virus tertentu yang ada pada ibu pada saat hamil.
“Namun, terlepas dari semuanya itu, dokternya bertanya sampai kapan saya fokus kepada penyebabnya. Lebih baik fokus bagaimana penanganannya atau intervensinya seperti apa. Karena kalau menemukan masalah bahkan sampai dengan detik ini pun tidak ada 100 persen penelitian yang membuktikan penyebab terjadinya autis itu,” kata Angel.
“Jadi, saya disarankan fokus pada penanganannya saja dan bukan kepada penyebabnya. Dan sampai sekarang, anak saya masih terapi SI, terapi wicara, behavior, dan perilaku sesuai dengan pertumbuhan usia anak saya. Di mana, dia harus tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang tidak,” sambungnya. (mar5/jpnn)
Guru Besar UI memastikan tidak ada kaitannya sama sekali air minum dalam kemasan (AMDK) galon isi ulang, dengan penyebab penderita autis pada anak-anak.
Redaktur & Reporter : Ridwan Abdul Malik
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News