Cerita Korban TPPO Myanmar asal Bandung, Disetrum Hingga Disekap
Sejumlah hukuman fisik mulai diterapkan, seperti push up, squat jump, hingga kekerasan fisik seperti disetrum dengan alat khusus.
Baca Juga:
Kemudian, benefit yang dijanjikan pun tak pernah diterima Mayang.
Pekerja di sana justru harus mendapatkan potongan upah apabila melakukan kesalahan dan sakit.
“Lama-lama ada hukuman exercise, seperti push up, squat jump, lari lapangan terus lama-lama ceritanya mulai gak benar. Telat dikit ada dendanya beribu-ribu, gak benar banget saya bilang ini penipuan,” tuturnya.
“Mereka terima gaji cash dan itu enggak full. Ada potong denda, uang sakit berobat dipotong dari gaji mereka, bahkan ada yang minus. Kalau mau pulang harus bayar Rp 150 sampai 200 juta, sebelum kontrak habis gak bisa pulang,” ungkapnya.
Karena sudah tak tahan, secara sembunyi-sembunyi, Mayang pun mengadukan penderitaannya kepada keluarganya.
Korban minta dipulangkan karena sudah mendapatkan kekerasan fisik dan upah yang tidak kunjung dibayar.
“Minta tolong gimana ini, kami disiksa, ada yang dipukul, disetrum. Sejauh ini saya (Mayang) disuruh keliling lapangan dan squat jump, tapi teman-teman lainnya ada yang sampai disetrum,” tuturnya.
Teodhora Mayang, warga Kota Bandung yang menjadi korban TPPO di negara Myanmar menerima sejumlah perlakuan semena-mena. Minta bantuan untuk dipulangkan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News