Pakar Hukum Menyoroti Putusan Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong
Idealnya, kata dia, penegakan hukum dilakukan dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan, termasuk bukti yang cukup dan kerugian yang nyata, untuk menjaga integritas sistem peradilan
"Dlam praktiknya, lembaga ini sering kali terjebak dalam penilaian formalitas, yang dapat mengabaikan substansi dan berpotensi melanggar hak asasi manusia," ucapnya.
Sementara itu, Prof Romli Atmasasmita menyebut jika seorang tersangka atau terdakwa memiliki hak atas kedudukan yang setara di hadapan hukum dan memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi, bebas dari penyiksaan dalam proses peradilan pidana.
"Seorang tersangka atau terpidana memiliki hak untuk diperiksa dalam pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum. Mereka juga memiliki hak untuk tetap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Romli.
Pun demikian dengan Prof Nandang Sambas yang menyatakan bahwa alat bukti memiliki fungsi sangat penting dalam proses peradilan.
"Dalam tindak pidana korupsi, pembuktian unsur utama adalah dua alat bukti yang mendukung unsur ada tidaknya pidana korupsi dan bagaimana proses memperolehnya. Juga harus dibuktikan adanya unsur perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi," ujar Nandang.
Penyidik, kata dia, harus bisa membuktikan adanya unsur merugikan keuangan negara, perekonomian negara, unsur penyalahgunaan jabatan, kesempatan atau sarana.
"Proses memperoleh alat bukti sebagai bukti awal harus diuji kebenarannya, kehati-hatian, serta keprofesionalannya melalui mekanisme lembaga pra peradilan," jelasnya.
Pakar dan akademisi hukum menyoroti keputusan hakim yang memutus pengajuan praperadilan Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News