Dua Mata Pisau Gawai dan Ancaman Bagi Generasi Emas Indonesia
“Kedua, membangun komunikasi yang baik, ikatan emosional yang baik. Kalau hubungannya enggak baik, nanti dilarang malah jadi berantem. Akhirnya anak akan cari kenyamanan di luar ya seperti kembali mengakses internet,” kata Lina.
Ketegasan orangtua pun diperlukan untuk kebaikan anak. Menurutnya, orangtua harus tega ketika anak merengek meminta gawai.
Lina menyampaikan, rata-rata anak dengan rentang usia 10-15 tahun menjadi yang paling riskan kecanduan gawai. Di usia tersebut, anak sudah masuk ke dalam fase remaja yang mana emosi belum stabil dan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Maka dari itu, orang tua diharapkan bisa memberi penjelasan dengan jelas tentang alasan penggunaan gawai yang berlebih.
“Orang tua harus tega demi kebaikan, tetapi bukan otoriter ya hanya ketegasan saja kenapa boleh dan kenapa tidak boleh, lalu apa risikonya. Apalagi remaja enggak bisa seperti ke anak cara komunikasinya. Mereka (remaja) biasanya kalau dilarang harus ada alasannya,” terangnya.
Lina menambahkan, selain melakukan perilaku agresif, tanda-tanda anak mengalami dampak buruk akibat penggunaan gawai yang berlebihan antara lain, menurunnya kemampuan untuk fokus dan menyelesaikan tugas sekolah.
Lalu, berdampak negatif terhadap hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya.
“Gawai menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bisa mengabaikan kebutuhan dasar, seperti makan, tidur, perawatan diri, dan olahraga,” katanya.
Fenomena anak kecanduan gawai di masa pandemi Covid-19 merupakan masalah serius dan perlu mendapat perhatian khusus, dari masyarakat hingga pemerintah.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News