Peneliti IPB Sebut BPA Belum Masuk Kategori Karsinogenik, Begini Penjelasan Lengkapnya
“Berbicara soal basic research, tentu saja BPOM memilikinya. Tetapi kalau bahas terkait dengan wacana pelabelan BPA pada polikarbonat itu, jadi muncul pertanyaan apakah itu benar-benar akan memberikan efek yang positif bagi masyarakat atau justru akan semakin membuat bingung,” katanya dengan terheran.
Dirinya mengatakan ada dua pasal krusial yaitu pasal 61A dan 61B, yang banyak menjadikan heboh masalah ini.
Dalam pasal 61A itu disebutkan bahwa label air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan berpotensi mengandung BPA.
“Tetapi itu hanya diwajibkan bagi kemasan yang batas migrasinya melebihi 0,01 bpj,” kata Nugraha.
Dia menjelaskan dalam pasal 61B yang menyebutkan bahwa bagi AMDK yang menggunakan plastik selain Policarbonat dapat mencantumkan tulisan bebas BPA, itu merupakan hal yang aneh.
“Kalau dari kacamata saya, saya kurang sependapat dengan adanya sisipan pasal ini, baik 61A maupun 61B, apalagi yang 61B,” tuturnya.
Dia beralasan pasal-pasal itu seperti akan memberikan kesalahan persepsi di konsumen terkait pelabelan BPA ini. Di mana, akan ada kesan bahwa AMDK selain kemasan polikarbonat itu aman dikonsumsi dan itu tidak betul.
“Seperti yang diketahui bahwa BPA itu ada di mana-mana, tidak hanya di polikarbonat tetapi ada juga di kemasan kaleng, botol bayi atau di dot. Mestinya itu dilarang total bagi bayi dan anak-anak. Apalagi di makanan kaleng, ada riset yang mengatakan hampir 90 persen enamel pada kaleng itu terbuat dari epoksi,” jelasnya.
Nugraha Edhi Suyatma menegaskan bahwa IARC lembaga bagian dari WHO belum mengklasifikasikan Bisfenol A (BPA) dalam kategori karsinogenik pada manusia.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News