Gelar Jurnalisme Bencana, Pokwan Bogor Ingin Pewarta Punya Panduan Peliputan Kebencanaan
jabar.jpnn.com, KABUPATEN BOGOR - Bencana baik yang disebabkan faktor alam maupun nonalam seolah menjadi siklus berulang.
Namun, berkali-kali bencana datang, berkali itu juga kita gagal mengambil pelajaran penting dari akibat yang timbul dari bencana sebelumnya. Korban jiwa, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang timbul dari bencana ke bencana di satu lokasi, terkadang sama atau bahkan malah lebih besar jumlahnya.
Di satu sisi, pemberitaan media massa kerap dikotori praktik cemar. Keterbatasan pemahaman seorang reporter yang meliput peristiwa di lokasi bencana, menjadi satu soal yang bisa menyebabkan berita yang disiarkan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Soal lainnya, pemberitaan "eksploitasi" duka lara yang dialami korban. Pertanyaan wartawan saat mewancarai korban tak sedikit yang malah menambah beban derita korban.
"Jadi, beberapa poin ini yang jadi dasar kenapa kami menggelar diskusi bertema Jurnalisme Bencana Liputan dan Pemberitaan," ujar M Fikri Setiawan, Ketua Pelaksana Kegiatan Rujukan Institute, di Gedung Sekretariat Kelompok Wartawan DPRD Kabupaten Bogor.
Kegiatan tersebut menghadirkan Ahmad Arif, wartawan Harian Kompas yang juga penulis buku "Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme" sebagai narasumber.
Dalam pemaparannya, Arif menyampaikan pentingnya seorang jurnalis memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh terhadap daerah rawan bencana serta istilah-istilah yang dipakai dalam informasi kebencanaan.
Dengan pemahaman mendasar itu, kata dia, jurnalis bisa menjaga keselamatan saat liputan dan membuat produk berita dengan pendekatan saintifik untuk mengedukasi masyarakat.
Pokwan Kabupaten Bogor menggelar kegiatan bertajuk Jurnalisme Bencana, demi memberikan pemahaman kepada pewarta akan peliputan kebencanaan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News