Diduga Jadi Korban Mafia Tanah di Tanjung Cemara, 2 Warga Pangandaran Lapor Polda Jabar
"Klien kami pun membuat surat pernyataan soal tidak pernah memiliki kedua bidang tanah tersebut. Bahkan, pihak Desa Sukaresmi pun telah menerbitkan surat keterangan yang membenarkan Iing dan Unih tidak pernah memiliki sebidang tanah di lokasi tersebut," sambung Rangga.
Lebih lanjut, Rangga menuturkan, akibat adanya laporan tersebut pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan surat blokir sertifikat tanah.
Alih-alih mengindahkan surat tersebut, pihak terlapor Tjahja diduga menyuruh alat-alat berat masuk ke dalam tanah yang berstatus quo tersebut untuk melakukan pembangunan.
"Ketika tanah sudah diblokir, ternyata di lapangan masuk alat berat, sudah menggali di sana timbulah ramai di sana. Kami menduga, bahawasannya ini kemungkinan dugaan kami berhadapan dengan mafia tanah," kata Rangga.
Dugaan Adanya Intervensi
Rangga menambahkan, kasus ini seolah-olah tidak berprogres dan jalan di tempat. Pasalnya, meski tanah tersebut masih berstatus quo, terlapor kerap kali meminta pegawainya untuk melakukan aktivitas pembangunan dengan menggunakan alat berat.
"Diduga adanya intevensi dari luar instasi (Polres Pangandaran) dalam kasus ini sehingga menyulitkan penyidik dan terhambatnya proses penyelidikan," katanya.
Sehingga, Rangga pun memutuskan untuk membuat permohonan pengalihan laporan polisi ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Hal ini dilakukan agar proses penyelidikan kasus tersebut lebih cepat dan transparan.
Dua orang warga asal Kabupaten Pangandaran bernama Iing Solihin dan Unih diduga menjadi korban mafia tanah.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News