Ini yang Akan Terjadi Jika Pemkot Depok Ngotot Ingin Mengesahkan Raperda PKR
jabar.jpnn.com, DEPOK - Pengamat Politik Universitas Jenderal Achamd Yani (Unjani), Arlan Sida turut mengomentari upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dalam mendorong Raperda Penyelanggaraan Kota Religius (PKR).
Baginya konteks religius ini tidak bisa hanya dilihat dari raperdanya saja, sehingga tidak perlu adanya aturan khusus tentang religius.
“Orang tidak melihat dari perdanya, tetapi bagaimana kebijakan-kebijakan teknis yang dilakukan Wali Kota Depok. Maka menurut saya, dalam konteks ini agak sulit memang ketika Depok memiliki perda khusus. Karena religius ini sangat sensitif, mungkin itu yang dikhawatirkan oleh Provinsi dan Kemendagri,” ucap Arlan saat dihubungi JPNN.com, Selasa (11/10).
Dirinya menyebut bahwa Depok ini tidak desentralisasi seperti Aceh yang memang diperbolehkan menggunakan perda syariat.
“Jika Wali Kota tetap ngotot mendorong perda ini, maka menurut saya nantinya akan memunculkan polemik,” tuturnya.
Namun, untuk proses yang dilakukan saat di DPRD yang menggunakan sistem voting bukan musyawarah dan mufakat, baginya voting itu merupakan jalan terakhir yang ditempuh jika musyawarah dan mufakat sudah tidak bisa lagi dilakuan.
“Jika sudah dilakukan musyawarah dan mufakat tetapi tidak ada hasil maka sah-sah saja dilakukan voting dalam proses demokrasi. Tetapi, jika voting dilakukan di awal berarti ini mengurangi esensi demokrasi,” terangnya.
Dirinya mengungkapkan apa yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya bagus, tetapi hanya saja ada hal-hal yang tidak tepat.
Pengamat Politik Unjani sebut belum ada urgensi untuk Kota Depok membuat perda khusus seperti Aceh, dan jika dipaksakan akan menjadi polemik.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News