Kegagalan Pemerintah Menyelesaikan Persoalan Minyak Goreng Harus DIbenahi Sebelum Ramadan

jabar.jpnn.com, BANDUNG - Fenomena ketersediaan minyak goreng pasca Pemerintah mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) dinilai masih merugikan masyarakat. Pasalnya, harga minyak goreng kemasan yang mampu menembus Rp 37 ribu perliter ditambah dengan kelangkaan minyak curah turut menjadu persoalan baru bagi masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi Nasdem Muhammad Farhan menilai, harga minyak goreng yang menembus kenaikan di luar kewajaran. Hal itu merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah Pusat melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) tak mampu mengatasi persoalan minyak goreng.
"Upaya pemerintah menetapkan HET, yang tujuannya baik, malah berbalik dan merusak ekuilibrium pasar," ujar Farhan dalam keterangannya, Selasa 22 Maret 2022.
Menurutnya, Kemendag harus mampu menjamin harga minyak goreng menjelang Ramadan akan turun. Pasalnya, ditengah kondisi perekonomian masyarakat dampak Pandemi COVID-19 belum pulih total.
"Jadi sekarang tugas pemerintah memastikan pasokan ke pasar, agar harga perlahan turun, walaupun saya tidak yakin harga akan kembali turun ke tingkat sebelum HET," tegas Farhan.
"Pemerintah bukan gagap (menyelesaikan persoalan minyak goreng), tapi justru gagal memaksakan HET kepada para penjual. Akibatnya mereka tidak mau menjual dengan risiko kerugian akibat pemakaian HET tersebut," sambung Farhan.
Farhan menuturkan, Pemerintah harus merumuskan strategi nyata dalam menekan harga minyak goreng kemasan dan membuat suplai minyak goreng curah di pasaran juga kembali normal.
"Pemerintah harus mengubah strategi pengendalian inflasi jelang Ramadan, dengan memastikan pasokan kebutuhan pokok masyarakat, bukan memaksakan pengendalian harga," kata Farhan.
Pedas, begini kritik Muhammad Farhan kepada Pemerintah Pusat terkait persoalan minyak goreng. SImak penjelasannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jabar di Google News